Bangku Taman
Mata
cewek itu terus saja menatap bangku taman yang ada di depannya. Ia selalu ingat
kekasihnya jika melihat bangku itu. Air mata mulai mengalir deras di pipinya.
Orang-orang pun banyak yang heran melihatnya. Tapi ia tidak memperdulikan
orang-orang itu. Lalu salah satu orang menghampirinya.
“Adik baik-baik saja?” Tanya orang
itu.
Cewek
bernama Bela itu sedikit terkejut melihat kedatangan orang itu. Lalu dengan
suaranya yang sedikit berat menjawabnya.
“Saya baik-baik saja Pak?” jawab Bela.
Mendengan
jawaban Bela, orang itu segera bergegas meninggalkan Bela.
Bela
lalu kembali menatap bangku taman itu. Semua kenangan indah di bangku itu sangat sulit untuk dilupakan. Saat
tertawa, saat bercanda, saat berbagi cerita. Bahkan awal pertemuannya dengan
kekasihnya itu pun ada di bangku taman itu. Baginya, kekasihnya itu sangatlah
berarti di hidupnya. Tapi takdir berkata lain. Kadang kala ia berpikir, untuk
apa Tuhan mempertemukan dua orang tetapi hanya berakhir dengan perpisahan?
Sebelum
kejadian tragis itu, mereka pasangan yang sangatlah serasi. Bela merupakan
cewek yang setia. Sedangkan kekasihnya bernama Faris juga cowok yang sangat
setia dan juga sangatlah romantis. Bela selalu ingat saat terakhir ia bertemu
dengan kekasihnya di bangku taman itu. Saat itu, ia sedang bercanda dengan
kekasihnya.
“Kamu cantik banget deh hari ini?”
ujar Faris merayu Bela.
“Masak sih?” Tanya Bela sambil tersipu
malu.
“Iya bener. Kayak bidadari yang baru
turun dari surga deh,” jawab Faris sambil senyum-senyum.
“Iihh, kamu tuh, gombal banget deh!”
kata Bela sambil mencubit bahu Faris dengan mesra.
“Beneran kok? Kamu tuh cantik banget.
Bidadari aja kalah cantiknya sama kamu.,” rayu Faris lagi.
“Udah, udah. Jangan gombal terus.”
“iya sayang!”
Mereka
saling bercanda. Namun tiba-tiba Faris merasakan sakit yang amat sangat di
kepalanya. Sekelilingnya pun mulia terlihat gelap.
“Yank? Kamu kenapa?” Tanya Bela dengan panik.
Tetapi
Faris hanya diam saja. Ia merasakan sakit yang amat sangat. Dan akhirnya ia pun
pingsan.
“Fariiisss!!!”
Bela
berteriak ketika melihat kekasihnya Faris pingsan.
Bela
segera membawa Faris ke rumah sakit. Tetapi semuanya sudah terlambat. Faris
sudah meninggal dunia akibat kanker otak. Bela yang mendengarnya pun sangat
syok. Selama ini, ia tidak pernah tahu akan penyakit yang di derita kekasihnya
itu. Karena ia tidak pernah bercerita.
*****
Begitulah
kejadian tragis itu. Bela masih ingat secara rinci kejadian itu. Ia takkan
penah melupapakannya. Bela masih tetap termenung menatap jauh ke depan.
Matahari yang sudah hampir terbenam seakan ikut larut dalam kesedihan. Ia masih
saja duduk mematung di bangku taman itu. Air mata itu semakin deras mengalir di
pipinya. Ia tak sadar bahwa sedari tadi ia diperhatikan oleh seseorang dan
mencoba mendekat lalu menyapanya.
“Bela? Ngapain kamu disini?” Tanya
seseorang itu yang ternyata adalah teman baik Bela.
“Wulan, aku ingat sama Faris. Aku
ingin melihatnya lagi disini.” Jawab Bela sambil menangis.
“Bela…Faris itu sudah meninggal dunia.
Dia tidak akan bisa kesini lagi. Kamu harus bisa melupakannya. Kamu gak bisa
hidup seperti ini terus. Kamu harus melanjutkan hidup kamu yang lebih baik lagi
dari saat ini. Kamu gak bisa terus seperti ini.” Kata Wulan panjang lebar.
“Wulan, mungkin menurut kamu Faris
sudah meninggal dunia. Tapi menurutku Faris masih hidup Wulan. Ia masih tetap
ada dihatiku. Ia masih saja ada di pikiranku. Aku gak bisa Wulan. Aku gak bisa
melupkannya.”
Tangis
Bela pun semakin menjadi-jadi. Air matanya pun semaki deras mengalir di
pipinya. Wulan yang melihatnya merasa sangat bersalah telah menyinggung
perasaannya.
“Bela…Maksudku bukan begitu. Kamu tuh
masih punya masa depan? Kamu harus melanjutkan hidup kamu. Kamu gak bisa
terus-terusan seperti ini Bela?”
“Kamu takkan pernah mengerti dengan
perasaanku Wulan? Takkan pernah.”
Wulan
hanya diam mendengar perkataan Bela itu. Ia tah tahu harus berkata apa lagi.
“Baiklah Bela, pokoknya aku sudah
memperingatkanmu. Aku harap kamu bisa berubah. Aku juga berharap kamu bisa
melanjutkan hidup kamu lebih baik lagi dari saat ini. Dan tidak memikirkan
Faris itu lagi. Ingat Bela, Faris sudah meninggal dunia. Dia takkan bisa
kembali lagi.” Ucap Wulan kemudian segera meninggalkan Bela.
Tetapi
Bela masih saja diam mematung di bangku taman itu. Ia tidak memperdulikan
kepergian Wulan. Ia terus saja menangis. Bangku taman di dapannya itu
benar-benar mengingatkannya kembali akan kenangan itu. Kenangan manis yang
takkan pernaih ia lupakan. Ia kembali teringat saat ia sakit dan kekasihnya itu
selalu mendampinginya.
“Ayo dong yank? Di makan ya?” kata
Faris yang berusaha meyuapkan bubur kepada Bela saat ia terbaring di rumah
sakit.
“Nggak yank, aku gak mau, gk enak,”
jawab Bela menolaknya.
“Harus di paksakan dong yank? Biar
cepat sembuh. Nanti kalau kamu tidak sembuh-sembuh, yang melihat matahri
terbenam di taman itu siapa lagi? Kan biasanya Cuma kita?” rayu Faris agar Bela
mau makan buburnya.
Bela
yang mendengarnya tersipu malu. Memang jika Faris sudah merayu seperti itu,
hati Bela akan luluh, ia takkan bisa menolak lagi kemauan Faris.
“Iya yank, aku mau kok makan
buburnya.” Kata Bela sambil tersipu malu.
“Nah, gitu dong. Kalau seperti itu kan
aku jadi semakin cinta sama kamu,” ujar Faris sambil tersenyum.
“Iihh, kamu tuh, kumat lagi deh
gombalnya.”
Faris
yang mendengarnya pun tertawa terbahak-bahak.
******
Yah,
kenangan itu sangatlah sulit untuk dilupakan. Selamanya akan ia simpan kenangan
itu. Karena takkan ada lagi dia yang selalu menelponnya. Takkan ada lagi dia
yang selalu mengsmsnya. Takkan ada lagi ucapan selamat pagi, selamat malam
ataupun selamat tidur untuknya. Takkan ada lagi canda tawanya. Takkan ada lagi
lelucon yang membuatnya tertawa. Takkan ada lagi tatapan yang selalu membuat
jantungnya berdebar.
Lagi-lagi
air mata itu mengalir deras di pipinya. Air mata itu seakan tak habis-habisnya
keluar dari matanya. Ia kembali teringat, tak ada lagi yang bisa menghapus air
matanya saat ia menangis. Takkan ada lagi genggaman tangannya yang selalu
membuat ia kuat akan setiap masalah yang menghampirinya. Takkan ada lagi
pelukan yang membuatnya tentram dan merasa aman bila didekatnya.
Kini,
semuanya hilang begitu saja. Faris adalah cowok yang paling sempurna di
matanya. Tapi ia mulai sadar, ia tidak akan terus-terusan seperti ini. Wulan
benar, ia harus bisa melupakan Faris. Ia harus melanjutkan hidupnya. Ia harus
menjalani semua aktivitasnya seperti biasa.
“Iya, aku harus bangkit. Aku harus
bisa melupakan Faris. Wulan benar, aku harus melanjutkan hidupku lebih baik
lagi dari saat ini. Hidupku masih panjang. Aku harus berubah,” gumam Bela dalam
hati.
Ia
mulai bangkit dari duduknya. Ia pun mengusap air matanya. Ia mulai meneguhakan
hatinya untuk mulai melupakan Faris. Ia sadar, Faris sudah tidak ada dan ia
takkan bisa kembali lagi.
“Terima kasih temanku Wulan. Kamu
telah membuka pintu hatiku dan menyadarkanku,” gumam Bela lagi.
Bela
mulai melangkahkan kakinya untuk meninggalkan taman itu. Sejenak ia melihat ke
arah matahari yang sudah terbenam di ufuk barat.
“Seiring berjalannya waktu, aku akan
berusaha untuk kuat tanamu. Kamu tahu sekarnag matahari sudah terbenam? Aku
masih ingat kita pernah berjanji saat matahari terbenam untuk tetap setia. Tapi
kenapa kamu malah pergi meninggalkanku lebih dulu? Aku berjanji akan terus kuat
dan tabah menghadapi semua ini. Aku akan berusaha sedikit demi sedikit
melupakanmu. Karena aku tidak mau terus-terusan seperti ini. Aku harus
melanjutkan hidupku. Tapi, aku takkan pernah melupakan semua kenangan indah
kita di bangku taman ini. Takkan pernah.” Kata Bela sambil melihat matahari
terbenam.
Kemudian
ia mulai meninggalkan taman itu dengan perasaan sedih tapi ia sangat yakin bisa
melupkan kekasihnya itu. Dan bisa melanjutkan hidupnya dengan tenang dan
bahagia.
TAMAT
0 komentar:
Post a Comment