Wednesday, January 13, 2016

Cerpen - Sakera, Pembela Kaum Tertindas

Sakera, Pembela Kaum Tertindas

Dahulu ada seorang pemuda Madura yang merantau ke Jawa Timur. Pemuda itu bernama Sakera. Ia merantau ke Jawa Timur untuk mengadu nasib. Merantau merupakan tradisi orang-orang Madura.
ketika perjalanan Sakera sampai di Rembang, Pasuruan, ia kagum dengan daerah itu.
“Wah, sangat  indah dan subur tanah disini!” gumam Sakera.

Rembang meupakan daerah dengan hamparan kebun-kebun tebu dan hijaunya persawahan yang sangat luas. Sakera merasa jatuh cinta dengan tanah Rembang. Karena pemandangan seperti itu tidak akan ia jumpai di kampung halamannya, di Madura. Tanaman seperti padi pun enggan tumbuh di tanah Madura yang tandus dan berkapur.
Saat ia memasuki rumah penduduk, ia merasa tak asing dengan penduduk Rembang karena memang sebagian dari penduduknya berasal dari Madura. Akhirnya ia pun memutuskan untuk menetap di Rembang.

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Sakera pun melamar pekerjaan di perkebunan tebu milik Belanda. Karena postur tubuh Sakera yang tinggi besar membuat Belanda mempercayainya untuk bekerja sebagai mandor dan bertugas mengawasi pengairan lahan perkebunan tebu.
Hari-hari Sakera saat bekerja sangat menyenangkan. Bagaimana tidak, bekerja sambil memandangi hamparan kebun-kebun tebu yang luas membuat hati Sakera senang dan tenteram.
“Wah, betapa bahagianya aku bisa berkerja disini. Sejuk, indah, tenteram. Hhhhmmmm!” desah Sakera membatin.

Beberapa hari setelah Sakera bekerja sebagai mandor di perkebunan tebu milik Belanda itu, Sakera bertemu dengan seorang pemuda yang bernama Brodin yang juga sama-sama dari Madura. Mereka pun akhirnya berteman baik karena merasa cocok.
Bukan hanya itu, beberapa bulan kemudian Sakera bertemu dengan seorang gadis Rembang yang sangat cantik dan anggun.

“Siapakah gerangan gadis itu? Dia sangat cantik!” gumamnya dalam hati.
Sakera jatuh cinta dengan gadis itu. Akhirnya ia pun memberanikan diri mendekati gadis itu.
“Hei, nama kamu siapa?” tanya Sakera seketika setelah menghampiri gadis itu.

Gadis itu terlihat bingung dengan kemunculan Sakera yang tiba-tiba. Tetapi ia tetap menjawab pertanyaan Sakera tersebut.
“Eemmmm, nama saya Marlena!” jawab gadis itu.
“Ee, rumah kamu dimana?” tanya Sakera lagi.
“Rumah saya di sekitar sini, mas!” jawab Marlena lalu tersenyum manis.
Sakera begitu terpana dengan senyuman manis Marlena. Senyuman itu membuat hati Sakera luluh berbunga-bunga.
“Permisi dulu ya, Mas. Saya mau bekerja” pamit Marlena.
“Oh, iya. Nama saya Sakera. Kalau kamu butuh bantuan, kamu bisa memanggil saya. Saya pasti bisa membantu kamu.” Ucap Sakera menawarkan diri.
“Iya, Mas. Terima kasih. Saya permisi dulu, Mas!” kata Marlena lalu pergi meninggalkan Sakera.
Sakera melihat kepergian Marlena dengan hati yang cerah. Dia benar-benar jatuh cinta dengan Marlena.

Sejak perkenalan singkat itu, Sakera pun semakin akrab dengan Marlena. Mereka sering sekali ngobrol-ngobrol berdua sambil jalan-jalan ditengah hamparan kebun tebu yang luas. Sakera juga sering mengunjungi rumah Marlena hanya sekedar untuk mengobrol dengan Marlena.

Suatu hari Sakera mengungkapkan perasaannya ke Marlena saat berada di Rumahnya.
“Marlena, sebenarnya ada sesuatu yang ingin aku ungkapkan kepadamu?” ucap Sakera serius.
“Apa itu Sakera?” ucap Marlena penasaran.
“Ee, sebenarnya selama ini aku sangat menyukaimu, Marlena. Aku jatuh cinta sejak pertama aku melihatmu. Setiap hari aku selalu terbayang-bayang oleh senyum manismu, dan wajahmu yang cantik jelita. Marlena, aku sangat mencintaimu. Maukah kau menikah denganku?” Ungkap Sakera.
Marlena terlihat tidak terkejut mendengar pengakuan Sakera tersebut.
“Baiklah, Sakera. Aku mau menikah denganmu. Aku juga sangat mencintaimu.”  Jawab Marlena.
Akhirnya Sakera dengan Marlena pun menikah. Mereka menjadi pasangan yang sangat bahagia. Meskipun mereka tidak mempunyai harta yang melimpah, tetapi kebahagiaan mereka begitu besar tak tertandingi.
*****
Hari demi hari pun telah Sakera lewati. Bersama Marlena sang istri yang sangat ia cintai, ia hidup dalam kebahagiaan. Ia juga masih menjalani pekerjaannya sebagai mandor di perkebunan tebu milik Belanda. Tetapi sekian lama bekerja di perkebunan itu, Sakera baru menemukan ketidakjujuran para atasannya.
“Apa yang mereka lakukan?” heran Sakera saat melihat atasannya melakukan kecurangan.
 Awalnya ia hanya diam saja melihat kecurangan yang dilakukan oleh atasannya kepada para pekerja tersebut. Tetapi kecurangan itu terus berlanjut hingga gaji pekerja pun banyak yang  dipotong, bahkan sampai setengahnya.
“Ini sudah tidak bisa dibiarkan lagi. Aku harus bertindak!” gumamnya dalam hati ketika melihat kelakuan para atasannya yang semakin menjadi-jadi.

Akhirnya Sakera pun melakukan sebuah tindakan. Hatinya tergerak untuk menolong para pekerja. Ia sadar, ia tidak bisa hanya berdiam diri saja tanpa berbuat sesuatu. Karena dengan itu malah akan membuat Belanda semakin memperbesar kecurangannya.
Sakera mulai mencari dalang dari kecurangan yang dilakukan oleh pegawai Belanda tersebut kepada para pekerjanya. Ia bertanya-tanya kepada para pekerja. Ia berpikir mungkin saja ada juga salah satu pekerja yang mengetahuinya.

Akhirnya setelah sekian lama mencari tahu, Sakera pun berhasil menemukan dalang dibalik kecurangan pegawai Belanda tersebut. Sakera lalu segera menemui pegawai tersebut.
“Mohon maaf sebelumnya, saya telah lancang datang kesini. Saya melihat anda telah melakukan kecurangan terhadap pekerja di perkebunan ini. saya harap anda bisa menghentikan kecurangan anda tersebut” kata Sakera kepada pegawai Belanda tersebut.
“Hah, atas dasar apa kau menuduhku? Aku tidak pernah melakukan itu!” jawabnya dengan nada tinggi.
“Saya telah melihatnya dengan mata kepala saya sendiri. Anda telah melakukan kecurangan. Bahkan anda telah mengambil sebagian gaji para pekerja.  Saya harap, anda bisa menghentikannya sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.” Ucap Sakera lagi.
“Halah, berani-beraninya kau menuduhku? Aku tidak pernah melakukan itu. Apa kau mau aku adukan kau ke bos kalau kau telah menuduh atasannya berbuat kecurangan? Mau kau?” jawab pegawai itu lagi sambil mengancam Sakera.
“Saya tidak takut anda adukan ke bos. Silahkan saja. Karena saya sudah mempunyai banyak bukti kalau anda telah melakukan banyak kecurangan kepada para pekerja.” Ucap Sakera dengan lantang.
Pegawai itu hanya diam saja mendengar Sakera berbicara seperti itu. Tetapi ia tetap saja mengelak dan tidak terima dengan tuduhan Sakera. Akhirnya Sakera pun meninggalkan pegawai tersebut.
Hari demi hari telah Sakera lewati. Perseteruan antara ia dengan pegawai Belanda yang curang itu pun semakin panas saja. Sampai suatu ketika perseteruan itu berujung pada pertumpahan darah. Ketika itu Sakera bermaksud menuntaskan masalah kecurangan yang dilakukan oleh pegawai Belanda tersebut.
“Anda sudah saya peringatkan sebelumnya. Kalau anda harus menghentikan kecurangan yang anda buat. Tapi apa? Anda malah semakin merajalela melakukan kecurangan tersebut. Anda semakin membuat para pekerja menderita.” Ucap Sakera ke pegawai Belanda itu saat berada didalam ruangannya.
“Hah, kau masih tetap saja tidak bisa diam. Memangnya apa urusanmu jika aku berbuat curang? Hah?” kata pegawai Belanda itu dengan emosi.
“Jika anda tetap melakukan kecurangan tersebut, itu akan menjadi urusanku. Dan saya akan terus memperjuangkan para pekerja.” Ucap Sakera tanpa ragu.
“Oohh, baiklah kalau itu maumu. Sini kau, hadapi aku dulu?” kata pegawai Belanda itu sambil mengambil ancang-ancang untuk berkelahi.
“Maaf, saya kesini tidak untuk berkelahi” tolak Sakera.
“Halaaahh!” teriak pegawai Belanda itu lalu memukul Sakera dengan keras.
Tetapi sebelum pukulan itu menyentuh tubuh Sakera, ia segera menepis pukulan pegawai itu. Pegawai itu segera naik pitam dan kembali mencoba memukul Sakera. Tetapi Sakera tetap bisa menepis semua pukulan pegawai itu.

Akhirnya pegawai Belanda itu semakin naik pitam. Kemudian dia mengancam Sakera dengan sebuah pistol yang ia ambil dari saku belakangnya.
“Sakera, kau telah membuatku marah besar. Sekarang kau harus mati!” ancam Sakera.
Tapi sebelum pegawai Belanda itu melepaskan tembakannya, Sakera dengan cepat mengambil clurit yang ia bawa kemudian langsung menyabetkan ke leher pegawai itu. Dan akhirnya pegawai itu pun tewas seketika.

Ketika Sakera keluar dari ruangan pegawai Belanda yang tewas itu, semua orang melihat Sakera dengan sangat heran. Karena kondisi baju dan tangan Sakera yang penuh dengan darah.
Salah seorang pun mencoba melihat kedalam ruangan pegawai itu. Alangkah terkejutnya saat ia melihat seorang pegawai yang tewas bersimbah darah di lantai. Ia pun segera melaporkan kejadian tersebut keatasannya.

Dengan segera, para pegawai lainnya pun menangkap Sakera untuk dijebloskan kedalam penjara.
“Hei, apa yang kamu lakukan? Kenapa kau bunuh dia?” teriak sang pimpinan marah-marah.
“Dia telah melakukan kecurangan terhadap para pekerja disini. Dia telah membuat para pekerja menderita dan sengsara. Dan dia juga telah mencoba membunuhku. Akhirnya aku bunuh dia untuk membela diriku sendiri!” ucap Sakera dengan lantang.
“Apa yang kau bicarakan? Dia tidak akan melakukan semua itu? Kau harus dipenjara?” teriak pimpinan Belanda itu tidak terima.
“Baiklah, aku akan terima semuanya. Tapi anda harus tau. Aku tidak akan pernah menyerah untuk terus berjuang membela para pekerja perkebunan ini yang telah kau tindas. Aku tidak akan pernah menyerah. Dan satu lagi, anda harus tahu bahwa kita semua kuat, kita tidak selemah yang kau kira. Kita bisa menghancurkan kalian semua!” ucap Sakera menantang.
“Sudah, bawa dia kedalam penjara!” suruh sang pimpinan kepada pegawai Belanda lainnya.
“Hidup Sakera, Hidup Sakera……!”
Teriakan-teriakan para pekerja perkebunan menghiasi kepergian Sakera. Mereka sangat mendukung atas perjuangan Sakera dalam membela nasib mereka yang dipermainkan oleh pegawai Belanda tersebut. Mereka juga bersuka ria atas tewasnya salah seorang pegawai Belanda yang selama ini menyengsarakan hidup mereka. Kini mereka lebih semangat untuk berjuang melawan para pegawai Belanda lainnya yang berbuat curang.

Ketika Sakera dibawa orang-orang belanda untuk dipenjarakan, Marlena istrinya muncul dengan isak tangis.
“Suamiku, jangan tinggalkan aku?” ucapnya smbil menangis.
“Maafkan aku, istriku. Aku janji akan secepatnya kembali padamu.” Ucap Sakera.
Lalu Sakera melihat Brodin temannya sedang berada disitu juga.
“Brodin temanku. Maukah kau menjaga istriku untuk sementara ini?” pesan Sakera kepada Brodin.
“Baiklah, Sakera. Aku janji akan menjaga istrimu baik-baik.” Jawab Brodin.
Akhirnya Sakera pun dimasukkan kedalam penjara.
*****
Setelah Sakera dijebloskan kedalam penjara, Marlena istrinya selalu merasa kesepian. Ia rindu dengan belaian suaminya Sakera. Tetapi ia juga sedikit lega karena Brodin, teman Sakera, selalu mengunjunginya setiap pagi jika hendak berangkat kerja. Setiap pagi juga Marlena selalu membuatkan sarapan untuk Brodin.

Kebiasaan Brodin mengunjungi Marlena, terus berlangsung setiap hari. Bahkan bukan hanya setiap pagi. Sepulang kerjanya pun Brodin juga selalu mengunjungi Marlena. Sedangkan Marlena senang-senang saja karena mendapatkan perhatian meskipun bukan dari suaminya, melainkan dari sahabat suaminya.

Tapi lama-kelamaan perhatian yang diberikan Brodin itu lebih bersar daripada perhatian Sakera selama ini. Marlena sangat senang dan bahagia mendapatkan perhatian dari Brodin. Terlebih lagi semenjak Sakera dipenjara, Marlena selalu merasa kesepian.

Pikiran Marlena semakin kacau. Ia merasa berada dalam penantian yang tidak pasti. Bisa saja Sakera dihukum seumur hidupnya dan tak akan bisa kembali lagi. Akhirnya setelah memikirkan secara matang-matang, Marlena pun memutuskan untuk berusaha melupakan Sakera. Kemudian ia akan mencoba membuka hatinya untuk seseorang yang selama ini memberikan kasih sayang untuk dirinya, yaitu Brodin.

Sementara itu, hal yang tak disangka-sangka pun terjadi. Sakera dibebaskan dari penjara karena hasil penyelidikan kasus kecurangan pegawai Belanda yang sebelumnya dipakai alasan Sakera telah menemukan titik terang. Dan akhirnya kasus tersebut terungkap kebenarannya. Juga tak luput komplotan pegawai Belanda lainnya yang telah melakukan kecurangan juga dijebloskan kedalam penjara.

Sakera sangat bahagia bisa pulang ke rumahnya. Ia sudah sangat rindu pada istrinya Marlena. Ia berpikir istrinya pasti akan terkejut saat melihatnya pulang. Namun bayangan indah itu hilang dalam sekejap ketika baru saja ia menginjakkan kaki di rumahnya, sakera melihat Marlena dengan Brodin sedang bermesraan.
“Apa-apaan ini?” teriak Sakera.
Marlena dan Brodin yang melihat kedatangan Sakera pun sangat terkejut. Mereka tak menyangka Sakera bisa bebas. Brodin pun langsung lari meninggalkan rumah Sakera.
“Apa-apan ini, istriku? Aku tak percaya kau menghianatiku? Selama ini aku telah setia kepadamu? Tapi apa balasannya? Apa istriku? Kau malah menghianati cintaku dengan berselingkuh dengan temanku sendriri?” ucap Sakera marah besar.

Sakera sangat kecewa dengan istrinya yang telah menghianati kesetiaannya. Ia sama sekali tidak percaya bahwa istrinya Marlena telah meragukannya dan tidak percaya lagi dengannya. Sakera juga sangat kecewa dengan Brodin, temannya yang telah dipercaya menjaga istrinya tetapi malah menghancurkan hidupnya berselingkuh dengan Marlena.

Berhari-hari Sakera tetap emosi. Sedangkan Marlena istrinya terus-menerus meminta maaf kepada Sakera. Akhirnya Sakera pun memaafkannya. Karena ia sadar, kesalahan itu bukkan sepenuhnya pada Marlena istrinya. Tetapi Brodinlah yang lebih bersalah. Sakera pun memutusan mencari Brodin untuk menyelesaikan masalah ini.

Sakera mencari Brodin kemana-mana. Tapi hasilnya nihil. Ia tidak bisa menemukan Brodin dengan mudah. Tetapi ia tidak akan menyerah. Ia akan terus mencari Brodin sampai ketemu.
Sementari Sakera mencari Brodin. Brodin mendapat kabar tentang rencana Sakera tersebut dari orang-orang kepercayaannya.
“Sakera telah mencarimu kemana-mana. Sepertinya dia akan membunuhmu karena telah berselingkuh dengan istrinya.” Kata orang yang membawa kabar itu.
“Ini tidak bisa terjadi. Aku harus melakukan sesuatu.  Aku harus menemukannya dan membunuhnya terlebih dahulu sebelum dia berhasil menemukanku kemudian membunuhku!” gumam Brodin dalam hati.

Segala macam cara pun Brodin lakukan untuk menemukan Sakera. Ia menyuruh orang-orang kepercayaannya untuk langsung membunuh Sakera jika menemukannya. Tetapi mereka selalu gagal. Karena Sakera selalu dapat meloloskan diri dari mereka.

Akhirnya Brodin pun menemukan cara yang dianggapnya ampuh.
“Aku tahu apa yang harus aku lakukan. Hahahaha!” seru Brodin.
Brodin dengan orang-orangnya membuat acara tayuban didaerah Rombo dengan mengudang semua orang yang ada di Pasuruan. Ia yakin, Sakera juga akan datang ke acara tersebut. Kerana Brodin tahu jika Sakera sangat suka jika ada acara tayuban.

Brodin pun mempersiapkan acara tersebut. Ia membuat jebakan untuk Sakera. Ia membuat lubang tepat di bawah panggung dan tak lupa juga melubang panggung tersebut.
Benar saja, pada acara tayuban tersebut Sakera tampak datang dan sedang berdiri di depan panggung diantara orang-orang yang mengahadiri acara tersebut sambil menikmati alunan music yang dimainkan. Brodin pun segera melakukan aksinya. Ia segera memerintahkan orang-orang suruhannya yang berada tidak jauh dari Sakera untuk mengajak Sakera naik keatas panggung. Sakera yang tidak mengetahui rencana busuk itu pun mau saja menurutinya tanpa ada rasa curiga sedikit pun.

Diatas panggung, mereka asyik berjoget ria. Orang-orang suruan Brodin itu sedikit demi sedikit mengarahkan Sakera tepat diatas lubang yang telah dibuat oleh Brodin. Dan disaat Sakera sedang asyik menikmati alunan music sambil berjoget, panggung yang tidak begitu kuat itupun roboh dan Sakera jatuh tepat kedalam lubang yang telah disiapkan.

Brodin lalu memerintahkan semua orang-orang suruhannya untuk mengambil batu dan melemparkannya kedalam lubang.
“Cepat ambil batu sebanyaknya dan lempar kedalam lubang itu!” perintah Brodin.
Semua orang pun melemparkan batu kedalam lubang tanpa ampun.
“Hahahaha, rasakan kau Sakera!” ucap Brodin penuh dengan kemenangan.

Akhirnya setelah lama mereka melemparkan batu kedalam lubang, mereka pun masuk kedalam lubang dan menemukan Sakeran sudah tewas terbunuh oleh batu mereka.
Mereka pun mengambil jasad Sakera dan melemparkannya ke sungai Bekacak.


Berkat kegigihan dan perjuangannya dalam membela para pekerja yang tertindas itu, akhirnya masyarakat Pasuruan mengabdikan nama Sakera sebagai nama supporter sepak bola kabupaten Pauruan, “Sakera Mania”.

TAMAT



0 komentar:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | hostgator reviews