Dia (Bukan) Jodohku
Perabotannya begitu sederhana. Ada
sofa berserta mejanya. Sebuah lemari yang berisi gelas-gelas cantik. Dan juga
dinding yang dihiasi beberapa lukisan dan foto. Meskipun begitu, semuanya
tampak tertata dengan baik ruang tamu ini.
“Sayang, lagi lihat apa sih?” Sebuah
suara mengejutkanku.
“Eh, nggak. Ini cuma lihat-lihat
aja. Aku selalu kagum dengan tata ruang tamu kamu. Sederhana. Tapi entah kenapa
aku sangat menyukainya.” Kataku menjelaskan ketika tahu yang bertanya adalah
Dewi, pacarku.
“Ooohh…Ya udah, aku ganti baju dulu
ya, sayang?” ucap Dewi manja.
Dewi berjalan meninggalkanku di
ruang tamu sambil melambaikan tangannya kearahku. Aku pun membalas lambaiannya.
Aku kembali mengamati tata ruang
tamu pacarku ini. Aku tersenyum ketika melihat foto Dewi saat masih SMA. Dia
begitu imut dan menggemaskan. Aku jadi
ingat saat pertama kali berkenalan dengan Dewi
di masa SMA. Perkenalan yang cukup menarik bagiku. Karena kami bertemu
di atap gedung sekolah.
“Hei, ngapain kamu disini?” tanyaku
pada Dewi yang tiba-tiba muncul saat itu.
“Kamu juga ngapain disini?” tanya
Dewi balik.
“Aku suka naik kesini!” jawabku
singkat.
“Kenapa?” tanya Dewi lagi.
“Aku suka melihat langit dari sini.
Begitu biru, dengan beberapa awan putih yang menghiasinya. Bagus banget untuk
menenangkan pikiran.” Jawabku sambil melihat kearah langit.
“Aku juga suka melihat langit.” Ucap
Dewi sambil tersenyum.
“Oiya, aku Dewi. Kamu siapa?” tanya
Dewi sambil menyodorkan tangan.
“Aku Fery!” jawabku sambil membalas
sodoran tanganya.
Sejak saat itu, aku selalu ke atap
gedung dengan Dewi. Kami selalu bercanda bersama. Dan Dewi pun kini juga tidak
segan-segan lagi menceritakan masalah pribadinya kepadaku. Entah kenapa, aku
suka sama Dewi. Tak terasa, butiran-butiran cinta pun hadir di dalam hatiku.
Aku jatuh cinta dengan Dewi.
Aku sangat menyayangi Dewi. Karena
itu, aku menyatakan cintaku kepadanya. Dan tak menyangka, Dewi menerima
cintaku. Aku benar-benar senang mendengarnya. Akhirnya aku pun pacaran dengan
Dewi.
“Ayo, kita berangkat!”
Suara Dewi membubarkan lamunanku.
Aku benar-benar terkejut. Sambil tersenyum, aku pun meninggalkan ruang tamu
itu.
*****
Aku bergegas menuju ke sebuah
restoran di daerah alun-alun kota. Aku ingin makan malam yang special dengan
Dewi. Aku juga ingin memberi Dewi sebuah kejutan. Kejutan yang sudah lama aku
rencanakan. Dan sudah lama aku impikan. Aku ingin melamar Dewi. Yah, sudah 7
tahun kami pacaran. Aku yakin, Dewi adalah jodohku. Dia adalah cinta sejatiku.
Dan yang terbaik untukku. Karena aku sangat mencintainya.
Setelah makan malam selesai. Aku
segera memberikan kejutanku untuk Dewi. Aku mengambil sebuah kotak kecil
berwarna merah dari sakuku.
“Sayang, aku ingin memberikan
sesuatu untuk kamu?” kataku kemudian memberikan kotak itu.
“Apa ini?” tanya
Dewi penasaran.
“Buka saja!”
jawabku.
Dewi membukanya dengan
semangat. Aku sangat senang melihatnya.
“Cincin? Apa
maksudnya?” ucapnya bingung ketika melihat isinya.
“Dewi, kita kan
sudah menjalin hubungan selama 7 tahun. Itu sudah lama banget. Dewi, aku sangat
mencintaimu. Kamu adalah cinta sejatiku. Aku mau kamu menjadi istriku. Kamu mau
kan menjadi istriku?” jelasku pada dewi.
“A...A…Aku..Aku
gak mau, Fery. A…Aku gak siap?” jawab Dewi terbata-bata.
“Tapi kita kan
sudah pacaram selama 7 tahun lebih? Itu kan sudah lama? Itu sudah cukup, Dewi?”
kataku seakan tak percaya.
Aku benar-benar
tak percaya Dewi akan berkata seperti itu. Bukankah selama ini dia sangat mencintaiku. Tapi kenapa sekarang malah menolak lamaranku.
“Maaf, Fery. Aku
benar-benar gak bisa. Maaf!” kata Dewi sambil meninggalkanku.
Aku hanya bisa
diam mematung. Aku tak mengerti dengan sikap Dewi.
*****
Semenjak aku
melamar Dewi malam itu, dia sekarang menjauhiku. Entah kenapa, dia seperti itu
kepadaku. Aku ke rumahnya pun dia selalu menghindariku. Aku tak tau apa yang
ada didalam pikirannya.
Dua bulan sudah
aku melewatinya. Dan Dewi masih belum
menyapaku sama sekali. Dia masih menjauhiku. Dan tepat tiga bulan setelah
kejadian itu, Dewi menikah dengan pria bernama Deni. Aku sangat terkejut dengan
kabar itu. Aku tak menyangka Dewi tega melakukan itu kepadaku.
“Dewi, ternyata
kau bukan jodohku. Kau buka cinta
sejatiku. Kau tega meninggalkanku. Kau tega, Dewi. Kau tega?” teriakku.
Aku benar-benar
gila. Aku tidak terima Dewi memperlakukan aku seperti itu. Tapi lama kelamaan
aku sadar. Tidak semua orang yang kita cintai, yang kita anggap sebagai cinta
sejati kita itu adalah jodoh kita. Karena jodoh itu di tangan Allah.
Aku pun mengambil
keputusan untuk pindah ke kota lain. Mungkin disana aku bisa menemukan jodohku
yang sebenarnya.
“Permisi, mau
tanya? Kalau mau ke jalan sudirman naik
apa ya?” tanya seorang perempuan berjilbab putih dengan bola mata yang indah
mengagetkanku.
“Ooohh, kebetulan
saya juga mau kearah sana. Ayo bareng sama saya naik angkot ini?” ajakku, dan
perempuan itu pun akhirnya ikut bersamaku.
Mungkin inilah
awal aku menemukan jodohku. Yah, mungkin di kota ini lah aku bisa menemukan
jodohku.
TAMAT
0 komentar:
Post a Comment