Friday, January 15, 2016

Kepenulisan - Penggunaan Tanda Baca "Elipsis"


Penggunaan Tanda Baca "Elipsis"

Tanda elipsos itu berasal dari kata bahasa Yunani élleipsis, yang berarti penghilangan. 
Pembentukannya dengan cara merangkai tanda baca titik (.). Tanda titik di Malaysia disebut noktah, di Inggris disebut full stop, period atau dot. Rangkaian tanda itu berjumlah tiga titik ( ... ). Tanda baca “elipsis” biasa disebut omission marks atau suspension, yang berarti penghilangan kata atau frase dari teks atau kalimat.
Di Polandia elipsis disebut wielokropek. Aslinya ditulis ”ellipsis”, dan di Indonesia sesuai EYD penulisannya menjadi “elipsis” (dengan satu huruf “l”).
Pemakaianya diatur sebagai berikut:
(1) Dipakai dalam kalimat yang terputus-putus. Contoh: - ”Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak”;
(2) Dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan. Contoh: - ”Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut”.

Tujuan pemakaian tanda baca elipsis menurut salah satu penulis ternama adalah untuk: 
(1) menandai adanya kata atau frasa yang tidak ditulis dalam statu kalimat, dan selanjutnya pembaca diharapkan akan mengisi sendiri kata-kata yang dihilangkan; 
(2) melukiskan apa yang tidak dapat lagi diucapkan oleh tokoh dalam cerita karena keharuan yang sangat dalam, menyebabkan kata-kata tidak keluar untuk mengungkapkan sesuatu; 
(3) menandai adanya tanda jeda panjang.
(4) menandai adanya loncatan kepada suatu ketiba-tibaan, kejadian atau pikiran yang tidak disangka-sangka atau sebagai tanda belum selesainya berbicara, terputus-putusnya orang bicara, dsb.

Selanjutnya, dalam hal pemakaian tanda baca elipsis dalam seluruh kalimat novel Belenggu dapat dibedakan menjadi 4 macam.
Pertama, tanda elipsis di AWAL KALIMAT.
Tanda ini dipakai untuk menggambarkan keraguan atau kebimbangan, sehingga ada jeda. 
Dengan tanda baca ini kata-kata tidak langsung terucap.
Contoh: (1) -”...Bukankah tuan dokter aneh?”
(2) -”...Apakah perlunya semua itu?”
(3) -”...Yah, engkau bukan, nyonya Eni engkau bukan, siapakh engkau?”
Kedua, tanda elipsis di tengah kalimat. 
Tanda ini dipakai untuk melukiskan jeda panjang dan kadang-kadang juga sebagai lompatan ketiba-tibaan. 
Dengan memakai tanda baca ini sifat bimbang dan ragu dari tokoh menjadi semakin jelas. 
Contoh:
(1) - ”Tidak mengapa, tiada lagi...tetapi boleh saja menilpon dulu, bertanya ke rumah?”
(2) - ”Kalau Aminah nanti tahu tentang Yah...kalau dikatakannya kepada Tini?
Ketiga, tanda elipsis di akhir kalimat. 
Tanda ini kebanyakan digunakan untuk melukiskan sesuatu yang tidak terucap karena haru, marah atau ucapan yang terpotong oleh ucapan orang lain. 
Contoh: (1) - ”Tiada hendak... "
(2) - ”Lihat bulan, mulai terbit sekeping...”
(3) - “Engkau barangkali belum, aku sudah lama...”
Keempat, tanda baca elipsis di pakai dalam satu kalimat secara bervariasi (campuran), yakni diletakkan
di awal dan di tengah kalimat, 
atau di awal dan di akhir,
atau di awal, di tengah dan di akhir kalimat.
Tanda baca ini untuk menggambarkan keraguan, kebimbangan sehingga kata-kata menjadi terputus-putus.
Contoh: (1) - ”Ah, kadang-kadang benar-benar kekurangan waktu...dia berhenti berkata, mengapa...mengapa aku membukakan perasaanku kepada perempuan ini...ah, untuk memberi kadarnya saja, untuk menyenangkan hatinya saja”.
(2) - ”Karena dialah,...kasih sayangnya membuat aku takut, bimbang, hatiku jayu, menjadi kusut, di dalam hatiku bertambah hampa...tidak ada yang dapat kuberikan padanya, lain dari pasir belaka, padang pasir, padang pasir, tiada kasih saya tempat bernaung”.

0 komentar:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | hostgator reviews