Tuesday, November 25, 2014

Cerpen - Untuk Ibu



Untuk Ibu
            Bunyi Ayam berkokop mulai terdengar. Bertanda hari pun kini sudah pagi. Aku mulai bangun dari tidurku. Aku lalu membereskan tempat tidurku. Setelah itu, aku segera pergi ke kamar mandi. Tapi, langkahku terhentikan saat aku melihat Ibuku yang sedang memasak dan batuk secara terus-menerus. Aku pun segera menghampiri Ibuku.
“Bu? Ibu baik-baik saja?” tanyaku pada Ibu.
            Ibu sedikit terkejut melihat kedatanganku yang tiba-tiba.
“Tidak apa-apa Amir. Ibu baik-bai saja,” jawab ibu dengan suara yang serak.
“Tapi, Amir lihat, Ibu sedang sakit? Hari ini Ibu istirahat saja lah, biar Amir yang berjualan,” rayuku pada Ibu agar mau beristirahat.
“Tidak nak, kamu harus sekolah. Ibu baik-baik saja kok. Kamu jangan khawatirkan Ibu. Ibu cuma batuk-batuk saja,” jawab Ibuku menjelaskan.
            Mendengar penjelasan Ibu, aku tetap saja merasa kalau Ibuku ini sedang tidak sehat dan seharusnya beristirahat.
“Tapi bu,”
“Sudah, kamu mandi dulu sana! Sekolah saja yang rajin.”
            Belum sempat aku meneruskan bicara, Ibu sudah memotong pembicaraanku. Akhirnya aku tidak bias berbuat apa-apa selain menuruti perkataan Ibu.
*****
            Semenjak Ayah meninggal dunia, memang hanya ibulah yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup ini. Meskipun hanya berjualan gorengan keliling, tapi Alhamdulillah itu sudah cukup, walau kadang kala masih harus hutang ke tetangga untuk makan. Aku tak tega melihat Ibu yang harus bekerja sendirian. Ingin aku membantu Ibu bekerja. Tapi Ibu selalu melarangku.
            Sampai saat ini, aku tidak juga bisa memahami Ibu. Dan tidak juga tahu arti dibalik setiap senyumannya. Aku tudak pernah bisa membedakan kapan Ibu bersedih dan kapan Ibu bahagia. Karena menurutku semuanya sama. Padahal, aku bisa merasakan betapa beratnya beban yang harus Ibu pikul. Aku tidak pernah bisa membayangkan bagaimana Ibu bisa melalui semua ini. Aku selalu berharap bisa memahami semua itu.
*****
            Aku mulai melangkahkan kakiku untuk pergi menuju ke sekolah. Sebenarnya aku tidak tega meninggalkan Ibuku. Tapi harus bagaimana lagi. Aku harus sekolah, aku harus menuntut ilmu.
            Belum sempat aku masuk ke dalam sekolah. Datang temanku yang berteriak-teriak memanggilku.
“Amir!!! Amir!!!”
            Adi temanku menmanggilku dengan nafas yang ngos-ngosan
“Iya, Di, ada apa?” tanyaku penasaran.
“Ibumu Mir? Ibumu,” kata Adi panik.
“Kenapa dengan Ibuku, Di? Kenapa?” tanyaku dengan panik sekali.
“Ibumu jatuh pingsan di rumahku saat berjualan!”
“Apa???”
            Aku sangat terkejut mendengarnya. Aku pun segera pergi ke rumah Adi. Sesampainya di rumah Adi, ternyata ibu sudah dibawa pulang ke rumah. Akhirnya aku pun langsung pulang ke rumah.
“Ibuu!!!”
            Aku langsung berteriak dan memeluk Ibuku dengan erat saat melihatnya terbaring di tempat tidur. Aku pun mulai meneteslan air mata.
“Kenapa Amir menangis? Ibu kan tidak apa-apa? Ibu Cuma kecapekan aja kok? Kata Ibu menenangkanku saat melihatku meneteskan air mata.
            Aku hanya bisa diam saja mendengar perkataan  Ibu itu. Aku tidak tahu harus bicara apa. Aku tahu Ibu hanya ingin menghiburku dengan bicara Ibu hanya baik-baik saja. Yang aku rasakan kini hanyalah kesedihan yang mendalam. Sedih karena tidak bisa menemani dan melindungi Ibu.
*****
            Semenjak Ibu sakit, aku menggantikan Ibu berjualan. Sebenarnya Ibu melarangku untuk berjualan. Tapi apa daya, jika aku tidak berjualan, siapa yang akan mencari uang untuk membeli makanan? Dan siapa pula yang mencari uang untuk membeli obat? Akhirnya Ibu pun dengan berat hati mengizinkanku.
            Pagi-pagi aku sudah mulai menjual daganganku. Sebenarnya dagangan ini bukan Ibuku sendiri yang membuatnya, tetapi tetanggaku. Hasil penjualan nantinya dibagi dua untuk upahku. Jadi, aku harus menjual gorengan ini sebanyak-banyaknya jika ingin dapat uang banyak.
            Aku terus menelusuri ramainya jalanan saat itu. Panasnya terik matahari tidak membuatku patah semangat. Aku terus menawarkan gorengan-gorenganku itu kepada semua orang. Sesekali aku juga beristirahat di bawah pohon ataupun di rumah orang. Umurku memang baru menginjak 15 tahun. Tapi aku harus terus semangat untuk menjual gorengan itu demi Ibuku, satu-satunya keluargaku.
            Setelah aku berkeliling sampai siang hari, akhirnya semua gorenganku habis terjual.
“Alhamdulillah…akhirnya semuanya habis. Bisa untuk membeli beras dan lauk pauk untuk makan. Tapi, kayaknya kurang deh kalau sama membeli obat untuk Ibu?”
            Aku mulai kebingungan. Uang yang aku peroleh hari ini hanya cukup untuk membeli makan. Tapi tidak akan cukup jika sama membeli obat.
“Aku harus mencari uang tambahan untuk membeli obat untuk Ibu,” gumamku dalam hati.
            Aku pun terus berjalan. Bertanya kesana kesini tentang pekerjaan. Setelah sekian lama bertanya, akhirnya aku menemukan sebuah pekerjaan, yaitu mengangkat kardus-kardus berisi buah ke dalam mobil box.
            Aku mulai mengangkat dan memasukkan kardus-kardus itu ke dalam mobil. Keringat mulai mengucur deras. Meskipun sangat lelah, aku tetap meneruskan pekerjaanku.
            Setelah semuanya telah dimasukkan ke dalam mobil, aku pun menerima upahku.
“Nih dek, upahnya. Terima kasih ya?” kata orang yang memperkerjakanku itu sambil memberi uang sepuluh ribuan.
            Aku pun menerimanya dengan perasaan senang dan bahagia. Kemudian aku langsung membeli obat untuk Ibu.
            Sesampainya di rumah, aku segera memberikan obat itu ke Ibu.
“Loh? Dapat uang dari mana nak? Kok kamu bisa membeli obat?” Tanya Ibu penasaran.
            Aku pun menceritakan semuanya kepada Ibu. Ibuku yang mendengarnya pun menangis bahagia.
“Ibu sangat bangga nak punya anak seperti kamu!” kata Ibuku sambil menangis.
            Lalu Ibuku mulai memelukku. Aku pun membalas pelukan Ibuku dengan penuh kasih dan sayang.
            Tiga hai setelah itu, Ibu pun sudah sehat dan kembali bekerja. Aku jugua sudah kembali bersekolah. Kini aku sering membantu Ibuku berjualan sepulang sekolah. Dan kinipun keluarga kami kembali bahagia.

TAMAT












0 komentar:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | hostgator reviews