Monday, May 5, 2014

Cerpen - Penjual Kecil Yang Jujur



PENJUAL KECIL YANG JUJUR
            Anak itu terus saja berjalan menelusuri ramainya jalanan saat itu. Panasnya terik matahari tidak membuatnya patah semangat. Ia tahu, ia harus menjual dagangannya itu. Anak bernama Rafi itu terus meneriakkan “es lilin, es lilin” pada semua orang yang ada. Sesekali ia berhenti sejenak untuk beristirahat. Memang, diusianya yang baru menginjak 10 tahun itu, tidaklah mudah berjualan sendirian. Semua itu ia lakukan untuk membantu ibunya. Ibunya yang kini sering sakit-sakitan tidak memungkinkan untuk berjualan. Kakinya sudah tidak kuat lagi untuk berjalan. Rafi memang anak yang sabar. Ia selalu membantu ibunya kapanpun ia dibutuhkan. Ibunya sering bertanya padanya.
”Apakah kamu tidak ingin bermain seperti teman-teman kamu yang lainnya?”
Namun Rafi selalu menjawab “Rafi tidak ingin bermain. Rafi hanya ingin membantu ibu. Rafi ingin membahagiakan ibu.”
Jawaban Rafi itu selalu membuat ibunya meneteskan air mata, bahkan sampai menangis.
Rafi juga anak yang jujur. Dia selalu berkata yang sebenarnya. Ia selalu ingat perkataan ibunya.
“Rafi haruslah menjadi anak yang jujur. Berkatalah yang benar walau pahit sekalipun. Rosulullah SAW bersabda : wajib atasmu berlaku jujur, karena jujur itu bersama kebaikan dan keduanya di surga. Dan jauhkanlah dirimu dari dusta, karena dusta bersama kedustaan dan keduanya di neraka.”
*****
            Setelah beristirahat sejenak, Rafi pun melanjutkan jualannya. Ia terus menawarkan es lilinnya kepada semua orang. Lalu datang lelaki tua.
“Berapa satunya dek?” tanya lelaki tua itu sambil memegang es lilin.
“Seribu pak.” Jawab Rafi.
“Manis tidak esnya?” tanya lelaki tua itu lagi.
“Kurang manis pak.” Jawab Rafi jujur.
Lelaki tua itu heran mendengar jawaban Rafi. Kemudian lelaki tua itu bertanya lagi.
“Loh kok bisa?” tanya lelaki tua itu penasaran.
“Gulanya kurang pak. Mau beli gula lagi tetapi uangnya tidak cukup.” Jawab Rafi menjelaskan.
“Kamu kok jujur banget. Kalau kamu bicara yang sebenarnya kan orang-orang tidak akan jadi membeli.” Tanya lelaki tua itu penasaran.
“Kata ibu saya, kita itu harus jujur pak. Walaupun pahit, kita harus berkata yang benar. Untuk rezeki, itu semua urusan Allah SWT pak. Kalau hari ini saya tidak mendapatkan uang, itu sudah takdir Allah pak.” Jawab Rafi panjang lebar.
Mendengar jawaban Rafi, lelaki tua itu terdiam sejenak. Ia salut dengan Rafi. Meskipun masih kecil tapi ia sangat menjujung kejujuran.
“Saya sangat salut sama kamu nak, kamu sangat jujur. Baiklah, saya akan beli semua es lilin kamu.” Kata lelaki tua itu sambil tersenyum.
“Beneran pak?” tanya Rafi kegirangan.
“Iya nak.”
Kemudian dengan cepat Rafi membungkus semua es lilinnya. Lalu memberikannya pada lelaki tua itu. Lelaki tua itu kemudian membayar dengan uang  seratus ribuan. Tapi Rafi bingung karena harga semua es lilin itu hanya tuga puluh ribu dan ia tidak punya kembaliannya. Lelaki tua itu pun mengerti dengan kebingungan Rafi. Akhirnya semua kembaliannya itu diberikan kepada Rafi.
*****
            Rafi sangat senang karena es lilinnya bisa terjual semuanya dan mendapatkan uang yang lebih. Ia berpikir ibunya pasti sangat senang dengan hasilnya sekarang. Ia teringat dengan perkataan ibunya bahwa kejujuran itu membawa kebajikan. Ia sekarang percara akan perkataan ibunya itu. Ia pun segera pulang untuk memberikan uang itu kepada ibunya. Di tengah perjalanan, ia melihat lelaki setengah baya berpakaian seperti preman membawa sebuah tas berlari ke arahnya. Kemudian lelaki itu bersembunyi disebuah gubuk. Rafi yang penasaran kemudian menghampiri lelaki itu.
“Ngapain ada di situ bang?” tanya Rafi dengan penasaran.
“Nggak ngapa-ngapain dek. Nanti kalau ada orang-orang yang mencari abang, jangan katakan ya kalau abang disini.” Jawab lelaki itu dengan sedikit ketakutan.
“Iya, bang.” Jawab Rafi.
Kemudian datang segerombolan orang-orang yang terlihat marah sedang mencari-cari sesuatu. Lalu salah satu dari orang-orang itu bertanya pada Rafi.
“Dek, lihat preman membawa tas berlari kesini gak?”
“Iya, bang.” Jawab Rafi.
“Terus sekarang kemana dek?”  tanya orang itu lagi.
“Begini bang, abang preman itu tidak memperbolehkan saya bicara kalau abang itu bersembunyi di gubuk itu.” Jawab Rafi sambil menunjuk ke gubuk disampingnya.
“Hah?”
Orang itu terkejut kemudian segera masuk ke dalam gubuk itu. Preman itu pun tertangkap oleh orang-orang itu. Dan ternyata preman itu adalah jambret yang telah mengambil tas seorang wanita.
“Terima kasih dek, telah membantu menangkap jambret ini.” Kata salah satu orang-orang itu.
“Hei anak kecil, kenapa kamu mengatakan kepada mereka kalau aku ada disitu?” tanya preman itu dengan marah.
“Kita itu harus jujur bang, lagian saya sudah mengatakan pada mereka sama seperti apa yang abang katakan.” Jawab Rafi dengan tenang.
“Anak ini berkata benar. Seharusnya kamu malu dengan anak ini.” Kata salah satu orang.
“Kenapa adek ini mau berkata jujur? Kan bisa membahayakan adek sendiri?” tanya salah seorang.
“Ibu saya selalu menyuruh saya untuk selalu berkata jujur bang. Rosulullah SAW bersabda : ‘wajib atasmu berlaku jujur, karena jujur itu bersama kebaikan dan keduanya di surga. Dan jauhkanlah dirimu dari dusta, karena dusta bersama kedustaan dan keduanya di neraka.’ Jadi kita wajib berkata jujur bang. Walaupun itu pahit, walaupun membahayakan nyawa kita sekalipun, kita harus tetap jujur bang.” Jawab Rafi panjang lebar.
Jawaban Rafi itu membuat semua orang terharu, termasuk preman itu. Mereka tidak menyangka. Anak kecil seperti Rafi itu bisa mempertahankan prinsip kejujurannya.
“Kami bangga dengan adek ini. Kami saja jarang berkata jujur, bahkan sering berbohong. Jadi, terima kasih telah memberi kami suatu pelajaran yang sangat berharga ini.” Kata salah satu dari orang-orang itu.
“Iya, bang. Saya hanya melakukan apa yang seharusnya saya lakukan.” Jawab Rafi dengan tenang.
Kemudian orang-orang itu pun segera membawa preman itu ke kantor polisi. Dan Rafi pun segera melanjutkan perjalanannya untuk pulang dengan perasaan yang senang dan bahagia.








Cerpen - Bangku Taman



Bangku Taman

            Mata cewek itu terus saja menatap bangku taman yang ada di depannya. Ia selalu ingat kekasihnya jika melihat bangku itu. Air mata mulai mengalir deras di pipinya. Orang-orang pun banyak yang heran melihatnya. Tapi ia tidak memperdulikan orang-orang itu. Lalu salah satu orang menghampirinya.
“Adik baik-baik saja?” Tanya orang itu.
            Cewek bernama Bela itu sedikit terkejut melihat kedatangan orang itu. Lalu dengan suaranya yang sedikit berat menjawabnya.
“Saya baik-baik saja Pak?” jawab Bela.
            Mendengan jawaban Bela, orang itu segera bergegas meninggalkan Bela.
            Bela lalu kembali menatap bangku taman itu. Semua kenangan indah di bangku  itu sangat sulit untuk dilupakan. Saat tertawa, saat bercanda, saat berbagi cerita. Bahkan awal pertemuannya dengan kekasihnya itu pun ada di bangku taman itu. Baginya, kekasihnya itu sangatlah berarti di hidupnya. Tapi takdir berkata lain. Kadang kala ia berpikir, untuk apa Tuhan mempertemukan dua orang tetapi hanya berakhir dengan perpisahan?
            Sebelum kejadian tragis itu, mereka pasangan yang sangatlah serasi. Bela merupakan cewek yang setia. Sedangkan kekasihnya bernama Faris juga cowok yang sangat setia dan juga sangatlah romantis. Bela selalu ingat saat terakhir ia bertemu dengan kekasihnya di bangku taman itu. Saat itu, ia sedang bercanda dengan kekasihnya.
“Kamu cantik banget deh hari ini?” ujar Faris merayu Bela.
“Masak sih?” Tanya Bela sambil tersipu malu.
“Iya bener. Kayak bidadari yang baru turun dari surga deh,” jawab Faris sambil senyum-senyum.
“Iihh, kamu tuh, gombal banget deh!” kata Bela sambil mencubit bahu Faris dengan mesra.
“Beneran kok? Kamu tuh cantik banget. Bidadari aja kalah cantiknya sama kamu.,” rayu Faris lagi.
“Udah, udah. Jangan gombal terus.”
“iya sayang!”
            Mereka saling bercanda. Namun tiba-tiba Faris merasakan sakit yang amat sangat di kepalanya. Sekelilingnya pun mulia terlihat gelap.
“Yank? Kamu kenapa?” Tanya  Bela dengan panik.
            Tetapi Faris hanya diam saja. Ia merasakan sakit yang amat sangat. Dan akhirnya ia pun pingsan.
“Fariiisss!!!”
            Bela berteriak ketika melihat kekasihnya Faris pingsan.
            Bela segera membawa Faris ke rumah sakit. Tetapi semuanya sudah terlambat. Faris sudah meninggal dunia akibat kanker otak. Bela yang mendengarnya pun sangat syok. Selama ini, ia tidak pernah tahu akan penyakit yang di derita kekasihnya itu. Karena ia tidak pernah bercerita.
*****
            Begitulah kejadian tragis itu. Bela masih ingat secara rinci kejadian itu. Ia takkan penah melupapakannya. Bela masih tetap termenung menatap jauh ke depan. Matahari yang sudah hampir terbenam seakan ikut larut dalam kesedihan. Ia masih saja duduk mematung di bangku taman itu. Air mata itu semakin deras mengalir di pipinya. Ia tak sadar bahwa sedari tadi ia diperhatikan oleh seseorang dan mencoba mendekat lalu menyapanya.
“Bela? Ngapain kamu disini?” Tanya seseorang itu yang ternyata adalah teman baik Bela.
“Wulan, aku ingat sama Faris. Aku ingin melihatnya lagi disini.” Jawab Bela sambil menangis.
“Bela…Faris itu sudah meninggal dunia. Dia tidak akan bisa kesini lagi. Kamu harus bisa melupakannya. Kamu gak bisa hidup seperti ini terus. Kamu harus melanjutkan hidup kamu yang lebih baik lagi dari saat ini. Kamu gak bisa terus seperti ini.” Kata Wulan panjang lebar.
“Wulan, mungkin menurut kamu Faris sudah meninggal dunia. Tapi menurutku Faris masih hidup Wulan. Ia masih tetap ada dihatiku. Ia masih saja ada di pikiranku. Aku gak bisa Wulan. Aku gak bisa melupkannya.”
            Tangis Bela pun semakin menjadi-jadi. Air matanya pun semaki deras mengalir di pipinya. Wulan yang melihatnya merasa sangat bersalah telah menyinggung perasaannya.
“Bela…Maksudku bukan begitu. Kamu tuh masih punya masa depan? Kamu harus melanjutkan hidup kamu. Kamu gak bisa terus-terusan seperti ini Bela?”
“Kamu takkan pernah mengerti dengan perasaanku Wulan? Takkan pernah.”
            Wulan hanya diam mendengar perkataan Bela itu. Ia tah tahu harus berkata apa lagi.
“Baiklah Bela, pokoknya aku sudah memperingatkanmu. Aku harap kamu bisa berubah. Aku juga berharap kamu bisa melanjutkan hidup kamu lebih baik lagi dari saat ini. Dan tidak memikirkan Faris itu lagi. Ingat Bela, Faris sudah meninggal dunia. Dia takkan bisa kembali lagi.” Ucap Wulan kemudian segera meninggalkan Bela.
            Tetapi Bela masih saja diam mematung di bangku taman itu. Ia tidak memperdulikan kepergian Wulan. Ia terus saja menangis. Bangku taman di dapannya itu benar-benar mengingatkannya kembali akan kenangan itu. Kenangan manis yang takkan pernaih ia lupakan. Ia kembali teringat saat ia sakit dan kekasihnya itu selalu mendampinginya.
“Ayo dong yank? Di makan ya?” kata Faris yang berusaha meyuapkan bubur kepada Bela saat ia terbaring di rumah sakit.
“Nggak yank, aku gak mau, gk enak,” jawab Bela menolaknya.
“Harus di paksakan dong yank? Biar cepat sembuh. Nanti kalau kamu tidak sembuh-sembuh, yang melihat matahri terbenam di taman itu siapa lagi? Kan biasanya Cuma kita?” rayu Faris agar Bela mau makan buburnya.
            Bela yang mendengarnya tersipu malu. Memang jika Faris sudah merayu seperti itu, hati Bela akan luluh, ia takkan bisa menolak lagi kemauan Faris.
“Iya yank, aku mau kok makan buburnya.” Kata Bela sambil tersipu malu.
“Nah, gitu dong. Kalau seperti itu kan aku jadi semakin cinta sama kamu,” ujar Faris sambil tersenyum.
“Iihh, kamu tuh, kumat lagi deh gombalnya.”
            Faris yang mendengarnya pun tertawa terbahak-bahak.
******
            Yah, kenangan itu sangatlah sulit untuk dilupakan. Selamanya akan ia simpan kenangan itu. Karena takkan ada lagi dia yang selalu menelponnya. Takkan ada lagi dia yang selalu mengsmsnya. Takkan ada lagi ucapan selamat pagi, selamat malam ataupun selamat tidur untuknya. Takkan ada lagi canda tawanya. Takkan ada lagi lelucon yang membuatnya tertawa. Takkan ada lagi tatapan yang selalu membuat jantungnya berdebar.
            Lagi-lagi air mata itu mengalir deras di pipinya. Air mata itu seakan tak habis-habisnya keluar dari matanya. Ia kembali teringat, tak ada lagi yang bisa menghapus air matanya saat ia menangis. Takkan ada lagi genggaman tangannya yang selalu membuat ia kuat akan setiap masalah yang menghampirinya. Takkan ada lagi pelukan yang membuatnya tentram dan merasa aman bila didekatnya.
            Kini, semuanya hilang begitu saja. Faris adalah cowok yang paling sempurna di matanya. Tapi ia mulai sadar, ia tidak akan terus-terusan seperti ini. Wulan benar, ia harus bisa melupakan Faris. Ia harus melanjutkan hidupnya. Ia harus menjalani semua aktivitasnya seperti biasa.
“Iya, aku harus bangkit. Aku harus bisa melupakan Faris. Wulan benar, aku harus melanjutkan hidupku lebih baik lagi dari saat ini. Hidupku masih panjang. Aku harus berubah,” gumam Bela dalam hati.
            Ia mulai bangkit dari duduknya. Ia pun mengusap air matanya. Ia mulai meneguhakan hatinya untuk mulai melupakan Faris. Ia sadar, Faris sudah tidak ada dan ia takkan bisa kembali lagi.
“Terima kasih temanku Wulan. Kamu telah membuka pintu hatiku dan menyadarkanku,” gumam Bela lagi.
            Bela mulai melangkahkan kakinya untuk meninggalkan taman itu. Sejenak ia melihat ke arah matahari yang sudah terbenam di ufuk barat.
“Seiring berjalannya waktu, aku akan berusaha untuk kuat tanamu. Kamu tahu sekarnag matahari sudah terbenam? Aku masih ingat kita pernah berjanji saat matahari terbenam untuk tetap setia. Tapi kenapa kamu malah pergi meninggalkanku lebih dulu? Aku berjanji akan terus kuat dan tabah menghadapi semua ini. Aku akan berusaha sedikit demi sedikit melupakanmu. Karena aku tidak mau terus-terusan seperti ini. Aku harus melanjutkan hidupku. Tapi, aku takkan pernah melupakan semua kenangan indah kita di bangku taman ini. Takkan pernah.” Kata Bela sambil melihat matahari terbenam.
            Kemudian ia mulai meninggalkan taman itu dengan perasaan sedih tapi ia sangat yakin bisa melupkan kekasihnya itu. Dan bisa melanjutkan hidupnya dengan tenang dan bahagia.
TAMAT





Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | hostgator reviews