Kursi
Roda Untuk Ibu
Hari
ini kota Surabaya benar-benar macet total. Semua kendaraan bagaikan siput yang
bergerak dengan sangat lambat. Tapi yang seperti itulah yang membuatku senang.
Karena dengan itu, aku bisa mendapatkan penghasilan lebih. Mengamen ditengah
kemacetan memang sebuah rezeki. Memang begitulah keinginan semua pengamen.
Diumurku yang baru 15 tahun ini, aku
sudah menjadi tulang punggung keluargaku. Ayahku sudah meninggal dunia tiga
tahun yang lalu karena kecelakaan. Dan setahun setelah meninggalnya Ayah, Ibu
sakit keras. Tapi syukur, Ibu masih bisa sembuh dari sakitnya. Meskipun Ibu harus
menerima keadaan, kalau kakinya harus lumpuh karena penyakitnya itu. Sejak saat
itulah hanya Aku yang merawat Ibu sekaligus mencari uang untuk kebutuhan kita.
Aku sangat ingin membelikan Ibu
sebuah kursi roda. Supaya Aku bisa membawanya jalan-jalan. Biar tidak bosan di
rumah. Keinginanku memang sangat sederhana, tapi itu sangat berarti untukku.
Terutama untuk Ibuku.
“Adit janji bu, Adit akan membelikan
Ibu kursi roda. Supaya Adit bisa jalan-jalan bareng sama Ibu. Adit sayang
banget sama Ibu?” Kataku sambil memeluk Ibu.
Ibu meneteskan air mata mendengar
perkataanku itu. kemudian Ibu pun membalas pelukanku.
“Ibu juga sayang banget sama Adit!” ucap
Ibuku.
*****
Seperti biasa, setiap pagi aku harus
memasak untuk makan Aku dan Ibuku. Hari ini Aku membelikan Ibu lauk Telur.
Supaya lebih bergizi sedikit. Karena biasanya aku hanya membeli ikan asin.
Bahkan terkadang hanya makan dengan lauk kerupuk.
“Beli telur ¼ kg bu!” kataku pada Bu
Mina pemilik warung sebelah rumahku.
“Kamu gak kasihan dit, melihat Ibu
kamu hanya didalam rumah terus? Kan lama-lama Ibu kamu akan bosan?” Tanya Bu
Mina sambil menimbang telur.
“Ya kasihan Bu, makanya Adit mau
membelikan Ibu kursi roda, supaya Adit bisa mengajak Ibu jalan-jalan keluar
rumah!” jawabku.
“Halah, dit, dit. Kerja ngamen aja
mau membelikan kursi roda. Gak bakalan bisa deh, harganya kan diatas satu
juta!” ledek Bu Inem sambil senyum-senyum.
“Namanya juga berusaha bu. Adit
yakin bisa membelikan Ibu kursi roda secepatnya!” jawabku meyakinkan.
“Iya, beberapa tahun lagi,
hahahahaha” ledek Bu Inem lagi sambil ketawa.
“Tidak Bu Inem. Adit akan membelikan
Ibu kursi roda dalam waktu dekat ini. Adit sudah berjanji sama Ibu. Meskipun
Adit harus mengamen dari pagi hingga malam, Adit akan terus berusaha untuk segera
membelikan Ibu kursi roda!” jelasku kembali meyakinkan Bu Inem.
“Iya, Iya. Ibu percaya sama kamu.
Tapi percaya bahwa kamu tidak akan bisa membelikannya! Hahahahahaha!” ledek Bu
Inem lagi dengan ketawa semakin keras.
“Sudah, sudah. Nih Dit, telurnya!”
lerai Bu Mina sambil memberikan kantong kresek yang berisi telur pesananku.
Aku pun kembali ke rumah dengan
sedikit kesal karena ledekan Bu Inem tadi. Tapi itu tidak akan pernah
mematahkan semangatku. Aku akan terus berusaha mencari uang sebanyak-banyaknya
agar bisa segera membelikan Ibu kursi roda.
“Aku
bisa membelikan Ibu kursi roda. Aku yakin itu. Karena aku berbeda dengan anak
lain. Aku lebih istimewah. aku harus bisa. Harus bisa!” gumamku dalam hati
menyemangati diriku sendiri.
*****
Aku kembali
mengamen ditengah kemacetan kota
Surabaya. Berjalan dari mobil ke mobil. Dengan senang aku menyanyikan lagu
favoritku yang dipopulerkan oleh Tegar. Tapi aku sedikit rubah liriknya.
Hidupku
hanyalah seorang pengamen
Pulang
malam selalu bawa uang recehan
Mengejar
cita-cita paling mulia
Membelikan Ibu kursi roda
Dengan sangat semangat aku
menyanyikan lagu itu. Sambil sedikit menari-nari tak karuan. Meskipun malu, setidaknya
orang-orang akan menjadi tertarik melihatku.
Alhamdulillah, berkat nyanyian
semangatku itu aku bisa dapat penghasilan lebih. Biasanya cuma dapat 25-30
ribu, sekarang aku bisa dapat 100 ribu lebih. Berkali-kali aku mengucapkan
syukur atas rezeki yang banyak hari ini. Aku pun segera pulang untuk
memberitahukan kabar gembira ini ke Ibu. Tapi tiba-tiba dalam perjalanan…
“Hei bocah tengik! Berikan uang kamu
itu, atau kamu aku bunuh!” ancam beberapa preman yang menghadangku.
“Nggak! Nggak akan aku berikan!”
tolakku.
“Halah, sini!” rebut salah satu
preman, yang aku perkirakan dia Ketuanya.
“Jangan Bang, jangan ambil uang
saya! Itu uang untuk tabungan saya Bang. Saya mau membelikan kursi roda Ibu
saya Bang. Ibu saya lumpuh Bang. Saya ingin mengajak Ibu jalan-jalan. Hanya Ibu
yang aku punya Bang!” rengekku pada preman itu dengan sedikit menangis.
Mendengar perkataanku itu, Ketua
preman itu diam. Lalu mengembalikan uangku itu tanpa mengucapkan sekata duakata
pun. Lalu preman itu pergi.
Aku pun segera pergi meninggalkan
tempat itu.
Keesokan harinya, seperti biasa aku
mengamen di tempat-tempat yang sedang macet. Saat aku asyik mengamen, dari
belakang ada seseorang yang menepuk pundakku. Ternyata orang itu adalah para
preman yang kemarin memalakku.
“Jangan takut dek! Sini ikut Abang!”
katanya saat melihat aku ketakutan, kemudian mengajakku ke sebuah rumah.
“Adek, ini kursi roda untuk Ibu
adek!” katanya sambil menunjukkannya.
“Abang sangat salut dengan Adek.
Dengan keadaan yang terbatas, Adek masih berusaha untuk membelikan Ibu Adek
kursi roda. Sedangkan Abang, dengan keadaan yang berkecukupan, masih saja tidak
bersyukur, malah malakin orang dan berlaku yang jahat ke Ibu Abang. Terima
kasih dek, Adek telah menyadarkan Abang. Bahwa bagaimanapun keadaan Ibu kita,
kita seharusnya memperlakukan Ibu kita dengan baik!” jelas Abang preman itu
sambil menitikkan air mata.
Aku seakan tidak percaya, bisa
memberikan Ibu kursi roda. Air mataku pun tak tertahankan lagi untuk jatuh dari
kelopak mataku ini.
“Terima kasih Bang?” ucapku sambil
memeluk Abang preman itu.
Aku pun segera pulang ke rumah untuk
memberitahukan kabar bahagia ini kepada ibu. Dan sebelum sampai di rumah, aku
bertemu dengan Bu Inem. Dia seakan tidak percaya ketika melihatku membawa kursi
roda. Aku hanya senyum-senyum melihat kelakuan Bu Inem itu.
Sejak saat itu lah, aku bisa membawa
Ibuku jalan-jalan keluar rumah. Terkadang aku membawanya ke Taman untuk saling
bercanda disana. Aku sangat senang sekali bisa mempersembahkan kursi roda ini
untuk Ibu. I LOVE YOU MOM….
TAMAT
0 komentar:
Post a Comment