Saturday, September 19, 2015

Cerpen - Kursi Roda Untuk Ibu



Kursi Roda Untuk Ibu
Hari ini kota Surabaya benar-benar macet total. Semua kendaraan bagaikan siput yang bergerak dengan sangat lambat. Tapi yang seperti itulah yang membuatku senang. Karena dengan itu, aku bisa mendapatkan penghasilan lebih. Mengamen ditengah kemacetan memang sebuah rezeki. Memang begitulah keinginan semua pengamen.
            Diumurku yang baru 15 tahun ini, aku sudah menjadi tulang punggung keluargaku. Ayahku sudah meninggal dunia tiga tahun yang lalu karena kecelakaan. Dan setahun setelah meninggalnya Ayah, Ibu sakit keras. Tapi syukur, Ibu masih bisa sembuh dari sakitnya. Meskipun Ibu harus menerima keadaan, kalau kakinya harus lumpuh karena penyakitnya itu. Sejak saat itulah hanya Aku yang merawat Ibu sekaligus mencari uang untuk kebutuhan kita.
            Aku sangat ingin membelikan Ibu sebuah kursi roda. Supaya Aku bisa membawanya jalan-jalan. Biar tidak bosan di rumah. Keinginanku memang sangat sederhana, tapi itu sangat berarti untukku. Terutama untuk Ibuku.
            “Adit janji bu, Adit akan membelikan Ibu kursi roda. Supaya Adit bisa jalan-jalan bareng sama Ibu. Adit sayang banget sama Ibu?” Kataku sambil memeluk Ibu.
            Ibu meneteskan air mata mendengar perkataanku itu. kemudian Ibu pun membalas pelukanku.
            “Ibu juga sayang banget sama Adit!” ucap Ibuku.
*****
            Seperti biasa, setiap pagi aku harus memasak untuk makan Aku dan Ibuku. Hari ini Aku membelikan Ibu lauk Telur. Supaya lebih bergizi sedikit. Karena biasanya aku hanya membeli ikan asin. Bahkan terkadang hanya makan dengan lauk kerupuk.
            “Beli telur ¼ kg bu!” kataku pada Bu Mina pemilik warung sebelah rumahku.
            “Kamu gak kasihan dit, melihat Ibu kamu hanya didalam rumah terus? Kan lama-lama Ibu kamu akan bosan?” Tanya Bu Mina sambil menimbang telur.
            “Ya kasihan Bu, makanya Adit mau membelikan Ibu kursi roda, supaya Adit bisa mengajak Ibu jalan-jalan keluar rumah!” jawabku.
            “Halah, dit, dit. Kerja ngamen aja mau membelikan kursi roda. Gak bakalan bisa deh, harganya kan diatas satu juta!” ledek Bu Inem sambil senyum-senyum.
            “Namanya juga berusaha bu. Adit yakin bisa membelikan Ibu kursi roda secepatnya!” jawabku meyakinkan.
            “Iya, beberapa tahun lagi, hahahahaha” ledek Bu Inem lagi sambil ketawa.
            “Tidak Bu Inem. Adit akan membelikan Ibu kursi roda dalam waktu dekat ini. Adit sudah berjanji sama Ibu. Meskipun Adit harus mengamen dari pagi hingga malam, Adit akan terus berusaha untuk segera membelikan Ibu kursi roda!” jelasku kembali meyakinkan Bu Inem.
            “Iya, Iya. Ibu percaya sama kamu. Tapi percaya bahwa kamu tidak akan bisa membelikannya! Hahahahahaha!” ledek Bu Inem lagi dengan ketawa semakin keras.
            “Sudah, sudah. Nih Dit, telurnya!” lerai Bu Mina sambil memberikan kantong kresek yang berisi telur pesananku.
            Aku pun kembali ke rumah dengan sedikit kesal karena ledekan Bu Inem tadi. Tapi itu tidak akan pernah mematahkan semangatku. Aku akan terus berusaha mencari uang sebanyak-banyaknya agar bisa segera membelikan Ibu kursi roda.
“Aku bisa membelikan Ibu kursi roda. Aku yakin itu. Karena aku berbeda dengan anak lain. Aku lebih istimewah. aku harus bisa. Harus bisa!” gumamku dalam hati menyemangati diriku sendiri.
*****
            Aku kembali mengamen ditengah kemacetan  kota Surabaya. Berjalan dari mobil ke mobil. Dengan senang aku menyanyikan lagu favoritku yang dipopulerkan oleh Tegar. Tapi aku sedikit rubah liriknya.
Hidupku hanyalah seorang pengamen
Pulang malam selalu bawa uang recehan
Mengejar cita-cita paling mulia
Membelikan Ibu kursi roda
            Dengan sangat semangat aku menyanyikan lagu itu. Sambil sedikit menari-nari tak karuan. Meskipun malu, setidaknya orang-orang akan menjadi tertarik melihatku.
            Alhamdulillah, berkat nyanyian semangatku itu aku bisa dapat penghasilan lebih. Biasanya cuma dapat 25-30 ribu, sekarang aku bisa dapat 100 ribu lebih. Berkali-kali aku mengucapkan syukur atas rezeki yang banyak hari ini. Aku pun segera pulang untuk memberitahukan kabar gembira ini ke Ibu. Tapi tiba-tiba dalam perjalanan…
            “Hei bocah tengik! Berikan uang kamu itu, atau kamu aku bunuh!” ancam beberapa preman yang menghadangku.
            “Nggak! Nggak akan aku berikan!” tolakku.
            “Halah, sini!” rebut salah satu preman, yang aku perkirakan dia Ketuanya.
            “Jangan Bang, jangan ambil uang saya! Itu uang untuk tabungan saya Bang. Saya mau membelikan kursi roda Ibu saya Bang. Ibu saya lumpuh Bang. Saya ingin mengajak Ibu jalan-jalan. Hanya Ibu yang aku punya Bang!” rengekku pada preman itu dengan sedikit menangis.
            Mendengar perkataanku itu, Ketua preman itu diam. Lalu mengembalikan uangku itu tanpa mengucapkan sekata duakata pun. Lalu preman itu pergi.
            Aku pun segera pergi meninggalkan tempat itu.
            Keesokan harinya, seperti biasa aku mengamen di tempat-tempat yang sedang macet. Saat aku asyik mengamen, dari belakang ada seseorang yang menepuk pundakku. Ternyata orang itu adalah para preman yang kemarin memalakku.
            “Jangan takut dek! Sini ikut Abang!” katanya saat melihat aku ketakutan, kemudian mengajakku ke sebuah rumah.
            “Adek, ini kursi roda untuk Ibu adek!” katanya sambil menunjukkannya.
            “Abang sangat salut dengan Adek. Dengan keadaan yang terbatas, Adek masih berusaha untuk membelikan Ibu Adek kursi roda. Sedangkan Abang, dengan keadaan yang berkecukupan, masih saja tidak bersyukur, malah malakin orang dan berlaku yang jahat ke Ibu Abang. Terima kasih dek, Adek telah menyadarkan Abang. Bahwa bagaimanapun keadaan Ibu kita, kita seharusnya memperlakukan Ibu kita dengan baik!” jelas Abang preman itu sambil menitikkan air mata.
            Aku seakan tidak percaya, bisa memberikan Ibu kursi roda. Air mataku pun tak tertahankan lagi untuk jatuh dari kelopak mataku ini.
            “Terima kasih Bang?” ucapku sambil memeluk Abang preman itu.
            Aku pun segera pulang ke rumah untuk memberitahukan kabar bahagia ini kepada ibu. Dan sebelum sampai di rumah, aku bertemu dengan Bu Inem. Dia seakan tidak percaya ketika melihatku membawa kursi roda. Aku hanya senyum-senyum melihat kelakuan Bu Inem itu.
            Sejak saat itu lah, aku bisa membawa Ibuku jalan-jalan keluar rumah. Terkadang aku membawanya ke Taman untuk saling bercanda disana. Aku sangat senang sekali bisa mempersembahkan kursi roda ini untuk Ibu. I LOVE YOU MOM….

TAMAT

0 komentar:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | hostgator reviews